“Itu rekening apa Bandara Changi kok cuma buat transit aja?”
Saya pernah membaca sebuat cuitan yang kurang lebih seperti itu di
Twitter. Cukup menampar. Terutama bagai fresh gradute macam saya yang
sedang ranum-ranumnya mendapat first job secara formal.
Sebenarnya saya sudah komitmen pada diri sendiri untuk mulai benar-benar menabung sejak bekerja formal.
Alhamdulillah Allah baik, sebelum saya wisuda sudah bekerja freelance
atau bisa golong kami sebut ‘macul’. Terdengar tak elegan karena
kerjanya nunggu panggilan tanpa tahu bayaran berapa. Apalagi bayaran
keluarnya bisa sebulan atau lebih setelah keringat mengering.
Syukur, uang tersebut dapat saya pakai buat nambah uang jajan, foya-fota
dikit karena emang nggak banyak, atau sekadar membelikan hadiah untuk
orang rumah.
Dengan uang yang tak menentu dan terkadang lumayan banyak, saya heran
kenapa uangnya hilang. Pergi begitu saya ketika diterima. Apa dibawa
lari oleh kenangan?
Tentu tidak. Manajemen keuangan saya yang ambyar pada saat itu dan sifat
tamak karena mentang-mentang punya uang membuat “numpang mampir”.
Namun saya menyadari bahwa semua itu hal yang salah kaprah. Mulailah
saya membagi uang dan mengelompokkan kebutuhan. Bayaran dari si A untuk
bayar ini. Transferan si C masuk tabungan. Bayaran dari si D buat beli
ini boleh lah kali-kali.
Hingga saya benar-benar jobless setelah lulus karena harus pulang kampung dan mencari kerja.
Allah kembali baik, hampir dua bulan luntang-luntung tak karuan saya akhirnya mendapat pekerjaan.
Saya mulai berjanji untuk menyisihkan uang gajian saya untuk nabung! Kudu! Fardu ain!
Apakah itu berjalan mulus? Alhamdulillah iya. Setelah semua berjalan
mulus dan goals jumlah tabungan mulai tercapai saya khilaf. Lupa diri
akan semua perjuangan berbulan-bulan tersebut.
Iya, saya kebobolan tiga nabung 3 bulan. Cukup banyak! Saya mulai
mengingat-ingat hal-hal selama tiga bulan membuat saya lupa diri.
Ternyata cashflow saya tak sehat. Saya terlalu mengentengkan sesuatu.
Tak sadar, saya membeli barang ‘cukup besar’ dalam waktu yang sama.
Dalihnya sih sebagai achivement tapi saya lupa memindah alokasi dana
sehingga dedel duel.
Tanpa henti saya menyalahkan diri sendiri. Apakah saya menyalahkan gaji
saya kecil? Pernah, tapi saya ingat. Selama berbulan-bulan cashflow saya
aman. Padahal saya saat itu kos dan bisa tetap komintem dengan
cashflow. Tapi kok sekarang sudah tidak ngekos tapi malah ambyar.
Saya kembali berpikir dan mulai untuk menata keuangan untuk berada di jalur yang benar.
“Tobat nak. Kamu terlalu banyak bacotan!”
Di tahun 2019, saya berjanji atau boleh lah kita masukkan sebagai
resolusi. Saya kembali ada target jumlah tabungan lagi. Terdengar berat
tapi seperti seru.
Semua ini butuh perencanan bukan hanya ngomongi mau berubah tapi tidak punya tindakan pasti.
Bismillah saya tulis tulisan ini sebagai janji untuk tetap berada di jalur keuangan yang benar.
Karena saya tahu uang itu tidak kekal maka harus dijaga dan digunakan secara bijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Write your words ^^