Sabtu, 22 Oktober 2011

Kita untuk selamanya

KITA SELAMANYA
Sekolah di sekolah negeri kadang membuatku tertekan. Banyak pesaing dan harus kuat metal dalam mengehadapi teman yang beraneka ragam kepribadian. Namun itu yang mempersatukan kami satu kelas.
Seperti siang itu, setelah istirahat anak IX C nampak sibuk dengan buku paket sains yang nggak bisa dikatakan tipis. Tebalnya mencapai 300 halaman dengan full inggris. Ya, kami semua sedang serius mempelajari tata surya. Sore nanti, saat jam tambahan akan diadakan ulangan tata surya.
Meski sebenarnya bu Tanti, guru fisika, tidak menerangkan sama sekali. malah beliau tidak mau menerangkan dikarenakan tata surya bukan fisika.Dan kami sebagai murid hanya pasrah dan menerimanya.
Belajar kami terganggu saat Gani datang dan menulis di papan tulis tugas bahasa inggris. Guru kami memang sedang ke mengantar teman kami Sister School atau bisa sebut piknik di Singapore.

“Gan, dikumpulin kapan? Besok ya nanggung belajar fisika ni,” ujarku kepada gadis kecil itu.
Gani hanya mengangguk dan kemudian tenggelam dibuku fisikanya. Semua juga meninginkan dikumpulkan besok.
Aku dan beberapa temanku melanjutkan belajar bersama. Beberapa orang yang duduk di depan seperti sibuk mengerjakan bahasa inggris. Kamipun asik dengan kegiatan sendiri-sendiri. Kebanyakan mulut kami pada komat-kamit mengapalkan planet-planet dan benda-benda disekitarnya
Tak terasa 2 jam pelajaran pun berakhir. Sampai Bu Heni datang ke kelas menagih tugas bahasa inggris kami.
“Tugas bahasa inggris tolong dikumpulkan,” perintah beliau.
“Belum selesai Bu,” cetus salah satu dari kami.
“Belum selesai gimana? Kalo saya ditagih Bu Nita gimana? Saya tidak mau tahu. Pokoknya tugas itu harus dikumpulin sekarang.”
Bu Heni kemudian meninggalkan kelas. Kami semua blingsatan bingung mau ngumpulin apa. Aku juga baru ngerjain nggak lebih dari 10 nomer. Cepat-cepat aku menyobek kertas lalu menyalinnya.
“As, bagi jawabnya,” teriak Aryo.
Asti yang memang sudah selesai tidak menoleh. Malah terkesan acuh tak acuh. Dia dan Aziza memang sudah selesai dari tadi. Sepertinya dia terlalu sayang membagi jawabannya.
“Jangan jadi penghianat kawan,” seru Ilham yang kesal dengan sikap Asti.
Cemooh teman-temanpun mulai terdengar. Mereka nggak habis fikir ada teman yang ingin menang sendiri dan tergolong egois. Sedang aku masih sibuk memjawab beberapa soal yang masih sempat dikerjakan.
“Udah daripada ribut, dijawabin asal saja besok aku sama Gani ngumpulin yang asli daripada kena resiko,” kata Rima yang mulai putus asa.
Kamipun mengikuti kata Rima dengan menjawab asal. Sambil sesekali kami mendumel kesal sama cewek yang satu itu. Setelah semua selesai lalu diserahkan ke Bu Heni. Rima tak lupa mengingatkan supaya besok membawa jawaban asli kami untuk dikumpulkan lagi.
Bu Rini dateng tak lama kemudian. Sebelum beliau memulai pelajaran bahasa Indonesia. Terlebih dahulu Bu Rini memberikan beberapa petuah.
“Kalian kalau dikasih tugas harus dikerjakan, tadi Bu Heni laporan kepada saya.”
Kami hanya diam. Ucapan Bu Rini tidak begitu kami masukkan kedalam hati. Yang paling membuat geger satu kelas adalah ucapan Bu Tanti. Setelah ulangan fisika Bu Tanti mengatakan beberapa kalimat yang buat kami agak sakit hati.
“Kalian ini ternyata nakal,” cetus Bu Tanti begitu saja.
“Kenapa tadi diberi tugas tidak dikerjakan? Ha?” tanya beliu.
Kami semua saling berpandangan satu sama lain. Tidak ada yang berani menjawab. Hanya bisik-bisik satu sama lain.
“Terserah kalian mau alasan belajar fisika. I don’t care! Yang penting tugas kalian kerjakan. Udah ngerasa pinter ya jadi ngeremehin semuanya. Ibu malu bangga-banggain kalian dulu. Tapi sekarang ibu males masuk kelas kalian. Nggak sudi.”
Segala ucapan keluar dari mulut Bu Tanti. Rasanya sakit sampai ngomong “nggak sudi”. Seperti kami sudah melakukan sebuah perbuatan terlarang dan haram dimaafkan. Namun apa daya kami tidak bisa menentang dan hanya diam.
“Kalian itu belum apa-apa. Banyak murid Ibu yang lebih hebat dari kalian tapi mereka rendah hati tidak sombong. Sedangkan kalian apa? Baru begitu saja sudah sombong.”
Semua diam. Sebagian tertunduk. Aku hanya diam sambil memainkan bolpen. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.
Bel pun berbunyi. Bu Tanti keluar tanpa salam. Kami langsung memandang satu sama lain mencari tanggapan. Nihil. Semua menyimpan seribu tanya. Hingga salah satu dari kami angkat bicara.
Sempat terjadi pertengkaran kecil antara Asti dan Winda.
“Sudah teman-teman selesaikan dengan kepala dingin,” seru Rima.
“Ditanggung bersama kawan.” Winda yang memulainya dan diamien sebagai banyak dari kami.
Grup kelas di Facebook menjadi diary kami.
Winda : kalo mau hidup sendiri jangan disini kawan. Kita disini bersama untuk berjuang.
Herminia : Tak gading yang tak retak, THIS IS THE REAL US
Adi : Satu kelas harus bersama. Saling bantu membantu. Maafkan kami bila 9c tidak bisa sebagus yang ibu inginkan. Tapi bagi kami yang terbaik.
Disusul dengan teman-teman yang mulai menyerukan aspirasinya.
“Kita bukan pengecut dan kami akan buktikan. WE CAN GUYS!”
“Together we strong.”
Itu tidak mempunyai titik temu. Kami hanya mengandalkan ego satu sama lain. Ya, inilah kami yang akan hancur dengan keegoisan. Kami mulai sadari kami ada karena kami bersama. Kami juga mengakui kesalahan kami yang meremehkan tugas. Dan kami janji tidak akan melakukan lagi. Juga memcoba untuk tidak menjagaan teman.
Dari sinilah semangat itu terpupuk. Kami hancur. Kami bangkit. Kami berhasil. Lets prove it. Don’t be loser.


PS : diambil dari kisah nyata. Dengan perubahan nama untuk alasan tertentu
PS : diposting karena aku sangat kangen dengan kalian. Miss you so much.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Write your words ^^