Senin, 21 Agustus 2017

Aku Akan Menikah...

"Kapan nikah pril?"
Pertanyaan sejenis itu mulai menyeruak ke permukaan sering dengan pertanyaan "kapan lulus?" Kalo jawaban yang "kapan lulus?" Aku sudah menemukannya yaitu "emang kenapa? Mau bayarin SPP ku? Boleeeh bangetssss" yakin pasti orang yang nanya membalas dengan muka masam karena kesal.

Tapi untuk pertanyaan diatas agak sedikit riskan. Aku pernah membalas dua orang buibu yang mulutnya comel dengan jawaban "Emang nikah perkara gampang? Emang setelah nikah nggak perlu duit?" Mereka hanya tertawa. Keadaan ekonomi mereka juga nggak lebih baik dari keluargaku (maaf bukan maksud sombong) yang mempunyai prinsip nikah bukan perkara ijab kobul, resepsi, dan malam sesudahnya (apa hayooo 😅). Jadi, aku nggak terlalu memikirkan sekali. 


Menurutku nikah ada suatu yang complicated. Dimana kamu harus hidup bersama satu orang yang sama in the rest of your life. Akan mengerikan sekali menurutku. Terlalu banyak pertanyaan menakutkan seperti emang nggak bosan? Emang nggak ada konflik? Kalo dia nggak sebaik pas awal gimana? Kalo di KDRT gimana? Kalo di poligami gimana? Ternyata dia mafia gimana? Oh my God I can't imagine. Terlalu banyak pertanyaan negatif muncul begitu membahas itu. Makanya, aku mau sebelum nanti menikah aku sudah mengenal pribadi calonku nanti. Dan aku harus benar-benar mencintainya dan siap menerima kekurangannya dia nanti. Kalo nulis terdengar mudah tapi kenyataannya pasti sulit.


Apalagi setelah menikah pasti banyak yang ingin memiliki keturunan. Karena itu salah satu tujuan dari pernikahan. Nggak semua pasangan ya tapi mungkin kebanyakaan. Beberapa kali aku melihat persalinan normal, SC, sampai gentle birth. Dan melihat kesakitannya mereka saat melahirkan membuat semakin ketakutan. Apalagi setelah itu, aku harus menerima perubahan tubuhku yang kendor dimana-mana. Itu tidak seberapa, mendapatkan titipan yang lebih mengerikan yaitu seorang bayi yang harus kita didik lahir dan batin agar menjadi manusia yang berguna. Hidup di jaman ini sepertinya sulit menjadi orang tua yang dapat mendidik anaknya dengan maksimal. Aku nggak yakin bakal quit job for my baby and stay at home 24/7 aku belum siap. Aku belum siap mendidik anak dan takut apa yang aku didik malah menjadi sesuatu yang rusak dikemudian hari. Mengerikan. Aku bakal menjadi orang tua tergagal di seluruh dunia.

Yang paling aku takutin adalah kalo aku menikah nanti semua tanggungjawab orang tuaku akan berpindah ke suamiku which is aku harus melepaskan kedua orang tuaku dan mulai mengabdi dengan orang yang tak benar-benar aku kenal. Kedua orang tuaku yang membesarkanku dengan sekuat tenaga lalu aku harus melepaskannya hanya dalam hitungan jam. Belum sempat aku membalas budi mereka sekarang aku harus berpindah mengabdi yang lain dan menomor satukan suamiku. Aku nggak bisa menjamin dia tidak akan menyakitiku dikemudian hari nanti. Gimana kalo nanti aku tidak menarik lagi dan dia menemukan "rumput" yang lebih hijau lalu meninggalkanku? Atau dia melakukan kekerasan yang bisa melukaiku dan anak-anakku? Atau dia berpoligami dengan alasan agama. I know menentang poligami itu sama dengan menentang Allah. Tapi bukannya poligami itu bagi yang sanggup dan mampu? dan aku bukan termasuk golongan tersebut. Maafkan.



Apalagi sekarang jamannya perceraian. Ngeri abis. Gimana kalo aku tidak bisa memberikan sesuatu yang terbaik untuk pasanganku? Aku hanya takut saling menyakiti satu sama lain. Saat emosi kita belum stabil dan hanya saling menyalahkan. Padahal kita pernah dipersatukan dengan dasar cinta pada akhirnya hanya berujung berpisah (kok mellow). Aku nggak mau seperti ini. Aku tahu Islam tidak melarang perceraian. Tapi Allah membenci perceraian. Aku nggak mau melakukan hal yang di benci Allah, sudah terlalu banyak dosa yang aku perbuat jangan membuat memperkeruh keadaan saja.


Aku tahu ketakutanku terdengar lebay dan hanya mengada-ngada. Tapi aku melihat kejadian itu benar-benar dengan kedua mataku sendiri. Segala ketakutan itu beralasan. Makanya, kalo aku menikah berarti aku harus sudah siap melawan ketakutanku. Menepis semua negative vibes yang aku ciptakan sendiri. Maka dari itu aku ingin menikah saat aku siap. Saat aku benar-benar matang. Baik secara jasmani maupun rohani. Untuk saat ini belum mungkin dua atau tiga atau bahkan tahun depan. Aku menyerahkan sama yang diatas. Karena pernikahan itu menurutku sakral. Akh harus menghargai dan menghormati setiap prosesnya. Aku juga mau saat melewatinnya aku enjoy dan tidak merasa tertekan bahkan terpaksa. Aku nggak mau menikah dalam keadaan tua tapi Aku ingin menikah diwaktu yang tepat. 

Aku berpositive thinking masalah pernikahan. Karena nikah itu ibadah. Yang aku butuhkan hanya kesiapan mental dan batin untuk halau semua rasa takutku menjadi berani. InsyaAllah aku bisa mungkin tidak sekarang tapi secepatnya.


Aku bukan pengganut nikah muda tapi aku sama sekali tidak menentang orang nikah muda. Karena nikah itu hak semua orang. Jadi aku belajar buat menghargai pendapat orang lain. Itu hak mereka dan mereka juga berkewajiban untuk menghargai pendapat orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Write your words ^^